Makalah prasangka diskriminasi dan entosentrisme sebagai penghambat pembangunan di indonesia
Beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial dari berbagai sudut :
Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula.
Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir.
NAMA : YUDHA ADITYAWARMAN
KELAS : 1IA12
NPM : 56417320
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber saya sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua situs yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber saya sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua situs yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,saya menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang pengaruh perkembangan internet terhadap perilaku remaja ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang pengaruh perkembangan internet terhadap perilaku remaja ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Jakarta,2
januari 2018
Yudha
Adityawarman
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.4 Metode Penulisan
Bab II Pembahasan
2.1 Prasangka
2.2 Diskriminasi
2.3 Etnosentrisme
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk
karena terdiri atas berbagai suku bangsa,adat istiadat, bahasa
daerah,serta agama yang berbeda beda. Keanekaragaman tersebut terdapat di
berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa
di Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda beda. Kebiasaan hidup itu
menjadi budaya serta ciri khas suku bangsa tertentu.Keragaman tersebut di satu
sisi, kita mengakuinya sebagai khazanah budaya yang bernilai tinggi. Akan
tetapi di sisi lain,ketika dua karakter sosial dan budaya bertemu,
membuat mereka benar-benar menjadi dua suku berbeda, seperti air dan minyak,
Banyak pihak juga yang menilai bahwa masyarakat Indonesia saat ini merupakan
masyarakat yang senang menduga-duga atau berprasangka.Penilaian itu tentu bukan
tanpa dasar.Saat ini masyarakat Indonesia memiliki kecurigaan yang akut
terhadap segala sesuatu yang berbeda atau dikenal dengan istilah heterophobia.
Segala sesuatu yang baru dan berbeda dari umumnya orang akan ditanggapi dengan
penuh kecurigaan termasuk antar suku atau etnis. Kehadiran anggota kelompok
yang berbeda apalagi berlawanan akan dicurigai membawa misi-misiyang mengancam.
Ada juda yang diskriminatif, dan etnosentrisme.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dmaksud dengan
perbedaan?
2. Apa
yang dimaksud dengan
diskriminasi?
3. Apa
yang dimaksud dengan
etnosentrisme?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk menetahui
pengertian dari perbedaan, diskriminasi, dan etnosetrisme. Untuk mengetahui
perbedaan, diskriminasi, dan etnosentrisme di dunia.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam
penyusunan makalah ini. Dengan menyebutkan berbagai sumber untuk penulisan
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prasangka
Prasangka adalah sikap
negatif terhadap anggota dari kelompok sosial tertentu semata mata berdasarkan
keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Hal ini sifatnya dapat dipicu
secara otomatis dan dapat pula secara implisit maupun eksplisit.Prasangka
seperti halnya hal lain mempengaruhi cara kita memproses informasi
sosial,keyakinan kita terhadap anggota kelompok dan perasaan kita terhadap
mereka.Prasangka tetap ada karena kelompok yang tidak kita sukai dapat
meningkatkan self-esteem kita dan karena stereotip dapat menghemat usaha
kognitif kita.
Prasangka berakar dari
beberapa sumber yang berbeda.salah satunya adalah konflik langsung antar
kelompok-situasi dimana kelompok sosial yang bersaing untuk memeperoleh sumber
daya yang terbatas. Akar yang kedua adalah pengalaman awal dan proses
pembelajaran sosial yang terlibat di dalamnya. Prasangka juga bersal dari
kecenderungan kita untuk membagi dunia menjadi "kita" dan "
mereka " dan memandang kelompok kita sendiri sebagai kelompok yang lebih
baik daripada berbagai out-group lainnya.
Beberapa ahli meninjau pengertian prasangka sosial dari berbagai sudut :
Prasangka
adalah sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi ataua
generalisasi yang tidak luwes yang diekspresikan lewat perasaan. Prasangka
merupakan sikap negatif atas suatu kelompok tertentu dengan tanpa alasan dan
pengetahuan atas seseuatu sebelumnya. Prasangka ini juga terkadang digunakan
untk mengevaluasi sesuatu tanpa adanya argument atau informasi yang masuk.
Efeknya adalah menjadikan orang lain sebagai sasaran, misalnya mengkambinghitamkan
sasaran melalui streotip, diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial (Bennet da
Janet, 1996).
Menurut Johnson (1986:356)
prasangka yang didasari pada rasisme dan etnisitas erat dengan keberhasilan
komunikasi sesama manusia. Prasangka, yang menurut terdiri dari tiga faktor
utama, yaitu: (1) stereotip; (2) jarak sosial; dan (3) diskriminasi itu
berhubungan dengan efektivitas komunikasi; yang oleh Devito (1978:261) sangat
tergantung dari faktor-faktor; (1) keterbukaan; (2) empati; (3) perasaan postif;
(4) dukungan; dan (5) keseimbangan.
Liliweri (2005) menjelaskan
pengertian prasagka telah mengalami transformasi. Pada mulanya prasangka
merupakan pernyataan yang hanya didasarkan pada pengalaman dan keputusan yang
tidak teruji terlebih dahulu. Pernyataan ini bergerak pada suatu skala suka
tidak suka, mendukung tidak mendukung terhadap sifat-sifat tertentu. Pengertian
prasangka kini mengarah pada pandangan emosional dan bersifat negatif terhadap
seseorang atau sekelompok orang tetentu.
Dalam istilah psikologi sosial, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras, ataukebudayaan yang berlainan dengan elompoknya. Prasangka sosial terdiri atas attitude-attitude sosial yang bersifat negatif terhadap golongan lain. Prasangka sosial mempengaruhi tingkah laku orang terhadap golonga manusia lain itu. Prasangka sosial lambat laun memunculkan sikap diskriminatif tanpa alasan objektif. (Gerungan, 1996:167).
Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin prejudicium yang berarti suatu preseden, atau suatu penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu. Prasangka pada dasarnya cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif. Itu sebabnya, prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman ketimbang kesepahaman dalam berkomunikasi (Liliweri 2005).
Mulyana (1990) menjelaskan prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi suatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang-orang yan mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melakukan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa kita menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang sebenarrnya. Andai seseorang sudah dihinggapi prasangka terhadap orang lain, maka apapun yang dilakukan orang itu akan dianggapnya negatif.
Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu “kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial di mana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”).
Dalam istilah psikologi sosial, prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras, ataukebudayaan yang berlainan dengan elompoknya. Prasangka sosial terdiri atas attitude-attitude sosial yang bersifat negatif terhadap golongan lain. Prasangka sosial mempengaruhi tingkah laku orang terhadap golonga manusia lain itu. Prasangka sosial lambat laun memunculkan sikap diskriminatif tanpa alasan objektif. (Gerungan, 1996:167).
Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin prejudicium yang berarti suatu preseden, atau suatu penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu. Prasangka pada dasarnya cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif. Itu sebabnya, prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman ketimbang kesepahaman dalam berkomunikasi (Liliweri 2005).
Mulyana (1990) menjelaskan prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi suatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang-orang yan mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melakukan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa kita menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang sebenarrnya. Andai seseorang sudah dihinggapi prasangka terhadap orang lain, maka apapun yang dilakukan orang itu akan dianggapnya negatif.
Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu “kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial di mana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”).
Prasangka sosial ini bergandengan
pula dengan stereotipe. Istilah ini mengacu pada suatu gambaran atau
tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang
golongan lain yang bercorak negatif. Dalam The Blackweel Encyclopedia of Social
Psychology (Manstead dan Hewstone, 1996) stereotipe didefinisikan
sebagai keyakinan- keyakinan tentang karakteristik seseorang (ciri
kepribadian, perilaku, nilai pribadi) yang
diterima sebagai suatu kebenaran kelompok sosial.
Contoh kasus
Kesalahpahaman karena
kurangnya pemahan dan pengenalan biasanya dapat menimbulkan penilaian-penilaian
mengenai baik buruknya suatu kelompok yang belum tentu benar.
Penilaian-penilaian tentang baik buruknya suatu kelompok yang belum tentu
kebenarannya dan timbul diantara dua kelompok ini biasanya disebut Prasangka.
Salah satu contohnya lagi yaitu prasangka etnis jawa terhadap etnis madura.
Yang pernah saya ketahui dan saya lihat langsung dalam kehidupan sehari-hari
saya, rupanya orang jawa sampai saat ini masih saja menganggap bahwa saat orang
madura berbicara dengan notasi suara yang tinggi dianggap bahwa orang madura
tersebut sedang marah, atau sukanya berbicara dengan membentak atau bahkan
dianggap bahwa mereka (etnis madura) sangat kasar dalam berbicara.
Padahal hal ini belum tentu benar. Bisa jadi orang-orang madura
memang memiliki notasi suara yang tinggi dalam berbicara namun bukan berarti
mereka berbicara dengan kasar kepada orang lain. Dalam hal ini sangatlah jelas
prasangka yang terjadi diantara dua kelompok ini (etnis jawa dan etnis madura)
- Sebab-Sebab
Timbulnya Prasangka
Orang tidak dengan sendirinya berprasangka terhadap orang
lain. Ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan seseorang berprasangka.
- Orang
berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam.
- Orang
berprasangka karena memang sudah dipersiapkan didalam lingkungan atau
kelompok untuk berprasangka.
- Prasangka
timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan menimbulkan perasaan
superior.
- Prasangka
timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tak
menyenangkan.
- Usaha-Usaha
Menghilangkan atau Mengurangi Prasangka
Prasangka
- Usaha
Preventif : berupa suatu usaha yang ,mencegah agar orang atau kelompok
tidak terkena prasangka. Menciptakan suasana yang tenteram, damai, dan
jauh dari rasa terkena prasangka. Menanamkan sejak kecil perasaan menerima
orang lain meskipun ada perbedaan. Perbedaan bukan berarti pertentangan
atau permusuhan. Memperpendek jarak sosial. Sehingga tidak timbul
prasangka.
- Usaha
Kuratif : berupa usaha menyembuhkan orang yang sudah terkena prasangka,
berupa usaha menyadarkan. Prasangak adalah hal yang merugikan dan tidak
ada yang bersifat positif bagi kehidupan bersama. Usaha-usaha ini dapat
dilakukan oleh media masa terutama Koran, tv, radio, dan lain-lain, serta
dapat dilakukan oleh para pendidik, orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, dan
seba
2.2 Diskriminasi
Diskriminasi
ialah perlakuan pembedaan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau
tak langsung terhadap orang atau kelompok dengan didasarkan pada gender,ras,
agama,umur, status sosial, status ekonomi, bahasa, keyakinan politik, atau
karakteritik yang lain.
Menurut PBB, diskriminasi
diartikan sebagai “diskriminasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan
perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang
tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya”.
Diskriminasi dapat dilakukan
oleh siapa saja kepada siapapun juga.Sedangkan Theodorson & Theodorson
(1979:115-116) mengartikan diskriminasi sebagai “…adalah perlakuan yang tidak
seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya
bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras,
kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.
Pengertian kedua definisi
tersebut tidak jauh berbeda. Bahwa di sana ada membedakan tindakan berdasarkan
atribut-atribut tertentu. Definisi tersebut juga menyiratkan bahwa diskriminasi
bukanlah monopoli kaum dominan dan mayoritas terhadap kaum subordinat dan
minoritas. Diskriminasi dapat dilakukan oleh siapa saja kepada siapapun juga.
Sedangkan menurut pasal 1
ayat (3) UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan
perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik,
yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.
Penyebab timbulnya Diskriminasi
· Diskriminasi
timbul akibat dari latar belakang sejarah.
· Diskriminasi
timbul akibat Perkembangan sosio-kultural dan situasional.
· Diskriminasi
bersumber dari factor kepribadian.
· Diskriminasi
timbul akibat perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan diskriminasi
· Perbaikan
kondisi social ekonomi.
· Perluasan
kesempatan belajar.
· Sikap
terbuka dan sikap lapang.
Contoh Kasus Diskriminasi
Contoh kasus Meski
Indonesia telah 68 tahun merdeka dan era reformasi telah terlewati tetapi tetap
saja masih ada kesus-kasus diskriminasi terjadi. Diskirminasi atau kekerasan
yang terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa hal seperti agama, suku atau ras,
jender, tingkat sosial dalam masyarakat, dan lain-lain. Dari banyaknya
kasus diskriminasi yang terjadi, dsikriminasi yang paling sering terjadi yaitu
dengan latar belakang agama seperti kasus diskriminasi di Ambon, Maluku.
Konflik Maluku menjadi kasus
diskriminasi yang berlatar belakang agama dengan korban meninggal 8.000 sampai
9000 orang. 29.00 rumah, 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung kebakaran.
Kasus ini berlangsung selama 4 tahun berturut-turut. Selain Maluku, kasus
diskriminasi di Sampit juga tak kalah luar biasa. Diskriminasi di Samipit ini
dilatarbelakangi oleh kasus etnis. Yaitu antara etnis Dayak dan Madura dengan
rentan waktu 10 hari. Jumlah koban meninggal 469 orang meninggal dunia dan
108.000 mengungsi. Kasus kekerasan di Lampung Selatan telah menimbulkan 14
orang meninggal dunia dan 1.700 mengungsi.Selain diskriminasi dalam agama,
kekerasan dan etnis.
Kasus diskriminasi juga sering terjadi pada
layanan kesehatan. Banyak warga miskin yang tidak bisa mendapatkan layanan
kesehatan karena kekurangan biaya walau sesungguhnya mereka telah
mempunyai kartu Jamkesda. Banyak alasan yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk
menolak pasien kurang mampu. Tak sedikit pasien yang akhirnya meregang nyawa
karena pihak rumah sakit tak mau menerima dan memberikan pemeriksaan kepada
pasien kurang mampu. Contoh kasus penolakan terhadap pasien kurang mampu
terjadi pada seorang bayi bernama Naila berusia 2 bulan, anak dari pasangan
Mustari dan Nursia, warga Dusun Patommo, Desa Kaliang Kecamatan Duampanua,
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, yang meninggal dipangkuan ibunya setelah
ditolak oleh Rumah Sakit dengan alasan kurang lengkapnya berkas keterangan sebagai
warga miskin. Kasus ini terjadi pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2013.
2.3. Etnosentrisme.
Etnosentrisme adalah kecenderungan yang
menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai
suatu yang prima, yang terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak ukur
untuk membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme nampaknya merupakan gelaja sosial yang
bersifat universal dan secara tidak sadar telah kita lakukan. Dengan demikian
etosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menilai atau membandingkan
budaya yang satu dan yang lainnya. Etnosentrisme merupakan bisa dibilang dasar
ideologi dari chauvinisme pada saat era seorang Hittler karena menganggap
bangsanya ( Jerman ) merupakan bangsa yang paling kuat, tangguh dan berkuasa.
Baik sifat diskriminasi dan etnosentrisme bisa
dibilang merupakan bagian dari masalah masalah sosial yang sebaiknya kita
hindari karena dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa kita.
Etnosentrisme
memiliki 2 tipe :
1.
Etnosentrisme
Fleksibel
Seseorang
yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan
etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu
realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku
orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.
2.
Etnosentrisme
Infleksibel
Etnosentrisme
ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimiliki
atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak
mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.
Contoh Etnosentrisme
di Indonesia :
Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah
perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah
tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila
harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai
perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok
dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan
bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk
akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri
merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam
masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah
carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak
adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut
dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif
konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura
tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.
Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi
masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan
warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan.
Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu
kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.
Sebagai contoh di Papua.
Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua.
Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai,
Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh,
Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda.
Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula.
Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir.
Dampak Etnosentrisme
Dampak positif dan dampak negatif adanya Etnosentrisme
diantaranya:
Dampak Positif Etnosentrisme
1.
Dapat mempertinggi semangat patriotisme
2.
Dapat menjaga keutuhan dan stabilitas
kebudayaan
3.
Dapat memepertinggi rasa cinta terhadap
bangsa sendiri.
Dampak Negatif Etnosentrisme
1.
Dapat menimbulkan konflik antar suku
2.
Terdapat aliran politik
3.
Dapat menghambat proses asimilasi budaya yang
berbeda
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Prasangka
adalah sikap negatif terhadap anggota dari kelompok sosial tertentu semata mata
berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Hal ini sifatnya dapat
dipicu secara otomatis dan dapat pula secara implisit maupun
eksplisit.Prasangka seperti halnya hal lain mempengaruhi cara kita memproses
informasi sosial,keyakinan kita terhadap anggota kelompok dan perasaan kita
terhadap mereka.Prasangka tetap ada karena kelompok yang tidak kita sukai dapat
meningkatkan self-esteem kita dan karena stereotip dapat menghemat usaha
kognitif kita.
Diskriminasi ialah perlakuan
pembedaan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung
terhadap orang atau kelompok dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur,
status sosial, status ekonomi, bahasa, keyakinan politik, atau karakteritik
yang lain.
Etnosentrisme adalah
kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya
sendiri sebagai suatu yang prima, yang terbaik, mutlak dan
dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk membedakannya dengan kebudayaan lain.
Prasangka, diskriminasi, dan etnosentrisme tidak baik
untuk kita dan lingkungan kita. Sebaiknya kita menjauh dari perbuatan perbuatan
seperti prasangka buruk, diskriminasi, etnosentrisme dan kita harus saling
menghargai terhadap sesame dan memperkuat persatuan demi keutuhan
NKRI yang lebih baik.
3.2 DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar